F Pra Kerajaan Singasari : Menyimak Sejarahnya Dari Diorama di Museum Mpu Purwa Kota Malang | Ismanadi -->

Pra Kerajaan Singasari : Menyimak Sejarahnya Dari Diorama di Museum Mpu Purwa Kota Malang

Dok. Kumparan
Merujuk dari penjelasan yang ada di Wikipedia, diorama adalah sejenis benda miniature tiga dimensi untuk menggambarkan suatu pemandangan atau suatu adegan. Di museum Mpu Purwa kota Malang Jawa Timur, setidaknya terdapat 13 Diorama yang terpajang apik di lantai 2. Diorama yang menggambarkan pra kerajaan Singasari, masa kerajaan singasari dan satu diorama yang menggambarkan awal era pemerintahaan kerajaan Majapahit. Alur diorama yang tersusun di Museum Mpu Purwa berdasarkan alur yang berpatokan pada Kitab Pararaton. Kerajaan Singasari sendiri dimulai pada tahun 1222 – 1292 yang tergambar pada diorama 4 -11 dan pra kerajaan Singasari pada diorama 1-3 dan 13, serta awal era kerajaan Majapahit pada diorama nomor 12.


Pada tulisan kali ini, anda hanya akan menjumpai penjelasan dari diorama yang alurnya menggambarkan pra Kerajaan Singasari yang diawali dengan Tunggul Ametung menculik Ken Dedes hingga Ken Arok meminta restu kepada Dang Hyang Loh Gawe untuk merebut Ken Dedes dan tahta Tumapel.

Diorama 1

Konteks dalam diorama ini adalah tentang kawin paksa atau kawin lari. Tunggul Ametung berencana mengawini Ken Dedes dengan menculiknya saat Mpu Purwa, ayah Ken Dedes sedang bersemedi. Latar diorama ini adalah Panawijen yang sekarang bernama Polowijen, atau di awal abad ke-10 disebut Panawidyan. Panawidyan merupakan tempat tinggal Mpu Purwa. Mpu Purwa adalah seorang rohaniawan Buddhist yang mendirikan Mandala Buddhist di Panawidyan. Gunung yang digambarkan dalam diorama adalah perbukitan Gunung Arjuna.

Ken Dedes adalah perempuan yang sangat cantik dan kecantikannya digambarkan melebihi kecantikan bulan. Kecantikan Ken Dedes dikenal dan tersohor seantero Gunung Kawi. Kecantikan Ken Dedes terdengar sampai telinga Tunggul Ametung yang saat itu adalah akuwu di Tumapel. Mendengar kecantikan Ken Dedes, Tunggul Ametung berminat mengambil Ken Dedes menjadi istri. Tunggul Ametung datang ke Panawidyan untuk mememperistri Ken Dedes, namun Mpu Purwa tidak ada dirumah, dan Ken Dedes sendirian. Tanpa permisi ke ayah Ken Dedes, Tunggul Ametung membawanya lari untuk dinikahi. Pesan yang terdapat dalam diorama ini adalah contoh buruk atau negatif. Seharusnya jika ingin menikahi seseorang, tata caranya adalah persetujuan orang tua lebuh dahulu. 


Diorama 2

Saat Mpu Purwa datang kembali ke Panawidyan atau pulang ke rumah, Ia tidak mendapati putrinya Ken Dedes. Warga memberitahu bahwa Ken Dedes dibawa paksa oleh Tunggul Ametung, namun warga tidak berani membantu menyelamatkan Ken Dedes karena takut. Hal inilah yang menyebabkan Mpu Purwa marah besar pada warga Panawidyan. Mpu Purwa mengutuk warga dengan mendoakan agar terjadi kekeringan pada sendang sumber air tempat untuk mengambil air kebutuhan untuk warga. Karena kutukan itu, sumber air yang vital bagi warga akhirnya mengering. 

Pesan yang terdapat dalam diorama ini adalah kemarahan adalah suatu hal yang manusiawi. Pesan lain dalam diorama ini adalah dilematik, bahwa dalam kehidupan seringkali kita dihadapkan pada situasi dilematik yang membingungkan. Contohnya pada diorama ini diceritakan bahwa warga dilematik mau menolong Ken Dedes karena yang menculiknya adalah seorang akuwu, namun saat mereka tidak menolong disalahkan. Dalam kehidupan dilema semacam itu tidak terelakkan.


Diorama 13

Diorama ini menggambarkan pertemuan Arok dan Dang Hyang Lohgawe saat Arok meminta restu ke Dang Hyang Lohgawe untuk merebut Ken Dedes dan merebut tahta Tumapel. Dang Hyang Lohgawe tidak memberikan jawaban iya atau tidak. Dang Hyang Lohgawe adalah rohaniawan dari India atau sebuah daerah yang disebut Jambudwipa. Dang Hyang Lohgawe adalah rohaniawan agama hindu sekte whaisnawa, dewa utama yang dipuja adalah Dewa Wisnu bukan Siwa. 

Ketika Dang Hyang Lohgawe melakukan pemujaan kepada Wisnu di Jambudwipa ternyata Dang Hyang Lohgawe tidak mendapati Dewa Wisnu di Kuil atau tempat pemujaan. Kemudian terdengar suara dari langit, Dewa Wisnu mengatakan, “Saya tidak lagi ada di tempat ini di Jambudwipa, saya sekarang ada di Jawadwipa. Carilah saya di Jawadwipa. Carilah titisan saya pada seorang anak laki-laki yang tangannya bergambar cakra di meja perjudian”. Petunjuk Dewa Wisnu kepada Dang Hyang Lohgawe membuat Ia melanglang dari Jambudwipa ke Jawadwipa dan sampai di Malang, kemudian mencari laki-laki muda dan bertemulah ia dengan Arok di meja perjudian di Taloka. Dengan pertemuan itu, Arok diambil anak angkat oleh Dang Hyang Lohgawe. 


Karena Arok tidak mendapatkan jawaban dari Dang Hyang Lohgawe, maka Arok menemui ayah angkatnya yang lain yaitu Bango Samparan. Bango mengatakan kalau itu kehendakmu silahkan dan Ia menberikan petunjuk pembuat keris sakti bernama Mpu Gandring yang tinggal di Lulumbang. 


Diorama 3

Diorama ini menggambarkan Besalen atau bengkel tanah logam milik Mpu Gandring. Mpu Gandring adalah pande besi khusus pembuat senjata tajam. Arok memesan keris kepada Mpu Gandring dan diberi rentang waktu untuk menyelesaikan dan meminta tepat waktu karena hal ini berkaitan dengan kudeta atau perebutan kekuasaan. Arok datang kembali ke Lulumbang untuk mengambil keris yang dipesannya, namun pengerjaan keris belum selesai karena dia datang lebih awal dari waktu yang dijanjikan Mpu Gandring. Arok ingin mempercepat kudeta, karena perebutan kekuasaan harus dipercepat atau akan tergulung. Kemarahan Arok memuncak saat keris yang dipesan belum selesai sehingga Arok marah dan mengambil keris yg belum sepenuhnya selesai dan menusukkan keris itu ke Mpu Gandring. 


Ismanadi

Sumber :

- Attachment Materi Lomba Alur Kisah DikBud 2021


BERIKAN KOMENTAR ()